Ide Dan Kesan Dalam Pandangan David Hume Dan Mengenai Kritik Atas Bukti Rasional Mengenai Tuhan

|




Orang yang memperkembangkan filsafat empirisme Locke dan Berkele secara konsekuen adalah David Hume[1]. Semula ia balajar hukum, kemudian ia berdagang, tetapi akhirnya belajar sastra dan filsafat. Karena dialah filsafat menjadi tidak masuk akal. Dalam arti tertentu ia mewakili suatu jalan buntu. Kalau empirisme[2] ditarik menurut garis yang ditunjukkan Hume, tidak mungkin orang berjalan terus. Dalam soal teori pengenalan ia mengajarkan, bahwa manusia tidak membawa pengetahuan bawaan ke dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah pengamatan.
Pengamatan member dua hal yaitu : kesan-kesan ( Impression ) dan pengertian-pengertian atau ide-ide (ideas). Yang dimaksud dengan kesan-kesan adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman, baik pengalaman lahiriah maupun pengalaman batiniah, yang menampakkan diri dengan jelas, hidup dan kuat. Yang dimaksud dengan pengertian atau ide adalah gambaran tentang pengamatan yang redup, samar-samar, yang dihasilkan dengan merenungkan kembali atau merefleksikan dalam kesadaran kesan-kesan yang telah diterima dari pengalaman. Dalam makalah ini penulis berusaha memaparkan ide dari Hume dan pemikirannya tentang Tuhan.   


Pembahasan
Latar Belakang Hidupnya
Kehidupannya hampir tidak ada yang mengejutkan, Hume lahir di Edinburgh Skotlandia pada 1711, dia tumbuh dalam kemiskinan namun berbudaya di tanah keluarga Hume yang bernama Ninewells di dataran rendah Skotlandia, beberapa mil dari perbatasan Inggris, Ninewells oleh penulis biografi Hume[3] digambarkan sebagai “ Tempat paling menyenangkan yang dibayangkan”. Terletak disekitar aliran deras dengan pemandangan indah di sungai White-Adder. Gunung dikejauhan, desa-desa kecil berisi rumah-rumah beratap jerami, dan domba serta ternak merumput di lembah yang mengelilingi bukit.
            Beranjak dewasa keluarganya ingin dia mengambil pelajaran hukum tapi dia merasakan “keengganan yang tak tertahankan terhadap apapun kecuali filsafat dan ilmu pengetahuan”. Dia hidup di zaman pencerahan pada masa yang sama dengan masa hidup para ahli pikir besar Prancis seperti Voltaire dan Rousseau. Dan dia banyak melakukan perjalanan mengelilingi Eropa menjelang akhir hayatnya. Karya utamanya sebuah risalah tentang watak manusia ( A Treatice of Human Nature ) diterbitkan ketika Hume berusia 28 tahun tapi dia menyatakan bahwa dia mendapatkan gagasan bagi bukunya itu ketika dia baru berusia 15 tahun .

Ide dan Kesan Dalam Pandangan Hume[4]
Untuk memahami ide dan kesan dalam pandangan Hume, kita harus memahaminya di dalam konteks “pengalaman”. Untuk itu kita harus tahu apa itu pengalaman. Teori Hume tentang pengalaman dimulai dengan ide bahwa semua isi pengalaman sadar kita dapat dipecahkan menjadi dua kategori yakni kesan dan ide. Hume mengatakan bahwa istilah “kesan” (impression) menunjuk pada “semua persepsi kita, ketika kita mendengar, melihat, merasa, mencinta, membenci, menginginkan atau menghendaki[5]. Kesan berbeda dari ide, bukan di dalam isi tetapi di dalam kekuatan dan semangat, yang dengannya keduanya menyentuh kita. Ide adalah gambar yang didasarkan pada memori kesan atau pikiran tentang kesan. Hume menambahkan bahwa semua ide pada dasarnya berasal dari kesan.
. Sebagian besar pengetahuan manusia adalah gagasan. Dalam hal ini pengetahuan kita tentang sesuatu seringkali kabur atau sekadar hayalan saja, karena sering kali ide-ide kita tidak di fikir ulang secara kritis.
Apa yang hendak dikatakan oleh Hume lewat teori ini? Pertama, Hume mau mengatakan bahwa pengetahuan yang kita miliki, entah berupa kesan maupun ide, merupakan dasar kepercayaan kita pada sesuatu. Misalnya kita berbicara tentang pengalaman akan adanya Tuhan. Bagi Hume benar-benar tidak masuk akal bila kita percaya pada Tuhan tanpa tahu apa (atau siapa) Tuhan. Menurutnya pengetahuanlah yang membuat kita percaya. Termasuk percaya pada ‘diri’ kita. Pernyataan di atas disimpulkan lewat beberapa pertanyaan seperti: apakah diri kita sudah ada sebelum kita hidup di dunia? Apakah substansi saya sebagai ‘makhluk berpikir’ sudah ada sebelum saya lahir di dunia dan mengalami hidup ini? Saya percaya bahwa ada ‘suatu saya’ yang mendasari kesayaan saya saat ini. ‘Suatu kesayaan’ ini sudah ada, paling tidak ketika kita berada di rahim ibu. Hume menegaskan bahwa Saya punya substansi ke-saya-an saya (substansi) sebagai landasan, yang di situ berbagai atribut kesayaan (esensi) melekat.[6]
Kemudian bagaimana dengan pengalaman kita akan Tuhan? Kita mengetahui Tuhan karena kita tinggal dan mengalami hidup dalam masyarakat yang percaya Tuhan. Semenjak kecil kita dididik untuk percaya pada Tuhan. Pengetahuan tentang Tuhan sudah ditanamkan sedari kita bisa bicara. Menurut Hume sebagian besar pengetahuan kita tentang Tuhan adalah pengetahuan tak langsung. Tuhan hadir dalam bentuk konsep yang diajarkan guru agama dan buku-buku.“Tuhan cuma akal-akalannya “akal” dengan kemampuan analogi, asosiasi, dan imajinasinya, akal menjalin-jalinkan berbagai pengetahuan dari kesan dan gagasan yang kita peroleh sepanjang hidup. Atribut Tuhan yang selama ini kita pelajari sebagai Mahakasih, Mahabaik, Mahakuasa, Yang Di Atas, dan sebagainya tiada lain hanyalah pengetahuan teoritis saja atau ide.
Hume menambahkan bahwa “gagasan mengenai Tuhan sebagai ‘Ada’ yang Maha tahu, Maha bijaksana, dan Maha baik muncul dari perenungan atas kegiatan jiwa kita sendiri dan atas gradasi tak terhingga dari sifat-sifat kebaikan dan kebijaksanaan”. Jadi kitalah yang menciptakan Tuhan dengan memenyambung-nyambungkan kesan-kesan empiris ‘baik’, ‘bijaksana’, ‘kasih’, dan sebagainya. Jika kita tidak mengenal ‘baik’, ‘bijaksana’, ‘kasih’, dan sebagainya itu, maka kita tidak akan mempunyai ide tentang Tuhan yang kepadaNya kita lekatkan berbagai atribut tersebut.

Kritik Hume Atas Bukti Rasional Mengenai Tuhan.[7]
Seperti yang kita ketahui akal tidak bisa membuktikan Apapun mengenai keberadaan dan persoalan fakta. Akal hanya memberitahu kita mengenai hubungan antar- gagasan. Keberadaan Tuhan bukanlah gagasan yang dengan sendirinya terbukti, juga bukan kebenaran yang bisa ditunjukan secara logis, seseorang bisa saja menyangkal keberadaan Tuhan tanpa bertentangan dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu Hume mengkritik keras bukti keberadaan Tuhan yang disampaikan Descartes. bukti pertama Descartes mengenai keberadaan Tuhan adalah bukti sebab akibat.
Namun kita tidak mempunyai kesan indera mengenai Tuhan sebagai suatu sebab, kita juga tidak mempunyai kesan apapun mengenai benda berpikir sebagai akibat. Apalagi, pada kedua bukti sebab akibat mengenai keberadaan Tuhan ini, Descartes mendasarkan diri pada kejelasan dan kejernihan pemikiran bahwa sebab harus sama nyatanya dengan akibatnya. Bagi Descartes gagasan ini sangat jelas sehingga tidak ada pikiran rasional apapun yang bisa meragukannya, namun bagi Hume gagasan ini sangatlah tidak berarti. Gagasan tersebut tidak memunculkan baik landasan rasional maupun empiris untuk kausalitas.
Adapun bukti ketiga mengenai keberadaan Tuhan, yang dimunculkan pada buku Meditation Descartes menggunakan bukti ontologis yang dikemukakan Saint Anselm di abad XI. Bukti itu mengemukakan ide bawaan mengenai Tuhan yang memiliki segala kesempurnaan, dan oleh karena itu pasti memiliki kesempunaan pada wujud-Nya. Bukti ini sampai pula pada kesimpulan bahwa Tuhan itu memang ada. Hume meruntuhkan bukti ini dengan pertama-tama mengingatkan kita bahwa filsuf empirisme seperti John Locke telah menunjukan tidak ada yang namanya ide bawaan, kita hanya memiliki ide yang muncul dari pengalaman kesan. Bukti ontologis Saint Anselm mengenai keberadaan Tuhan menyatakan bahwa ide Ketuhanan itu dengan sendirinya terbukti dalam akal pikiran: Tuhan mempunyai segala kesempurnaan, Dia Maha-Tahu, Maha- Kuasa, dan Maha-Baik, oleh karena itu Dia tak mungkin kurang sempurna dalam keberadaan-Nya. Hume menjawabnya dengan uji empiris atas gagasan: jika tidak ada kesan dalam pengalaman, gagasan itu tidaklah bermakna, tak berarti.
Namun kita tidak bisa mempunyai kesan indera atas zat supranatural, dengan demikian ide Ketuhanan tidak lulus dalam uji empiris.Hume terus mendesak siapa saja yang berusaha membuktikan bahwa Tuhan itu ada dengan menggunakan bukti ontologi ini. Bagaimana anda tahu Tuhan mempunyai ciri ini? Dimanakah kesan indera dari masing-masing ciri ini? Berikut ini adalah perkataan yang paling menyakitkan “ gagasan kita tidak lebih dari pengalaman kita. Kita tidak memiliki pengalaman akan ciri-ciri akhirat. Aku harus menyimpulkan silogismeku. Anda bisa menarik kesimpulannya sendiri.” Dengan demikian argumen ontologis klasik yang mencari bukti dengan menggunakan pemikiran bahwa Tuhan itu ada sejak kita lahir dan ide bukti diri mengenai Tuhan telah diruntuhkan.[8]

Sifat  dan Kerja Skeptisisme[9]  
            Tema- tema utama dalam filsafat Hume, yang mengejutkan banyak orang dan teman-teman dizamannya dan juga hal yang controversial adalah menuruti sifat dan kerja skeptisisme[10] yakni sikap yang mengingkari validitas beberapa atau semua klain kita didalam mendapatkan pengetahuan sejati. Hume menarik perbedaan antara sketisisme antesenden dan konsekuen. Analisisnya mendorognya untuk menerima ataupun menolak beberapa hal didalam sikap ini. Hume menemukan sikap skeptisisme antesenden didalam filsafat Rene Descartes. Descartes telah mengusulkan penggunaan keragu-raguan metodoligis.
Dengan mempertanyakan validitas kepercayaan, Descartes berharap menemukan setidak-tidaknya satu segi dasar dari eksistensi kita yang bersifat tak diragukan, dan karenanya memenuhi syarat sebagai tempat kepastian yang ia butuhkan. Dengan menggunakan keragu-raguan metodologisnya, Descartes beranggapan bahwa ia telah menemukan tampat kepastianya didalam pengalaman meragu-ragukan. Karena meragu-ragukan merupakan sebuah bentuk berpikir.
Maka sebgaimana dipahami Hume, skeptisisme antasenden merupakan sebuah komponen didalam sebuah program filosofisyang luas. Skeptisisme antasenden adalah persamaan dari keragu-raguan metodologis yang radikal dan skeptisisme antasenden tidak hanya menegaskan kemungkunan dan perlunya mempertanyakan segala sesuatu yang secara prinsip dapat diragukan. Jika kita mempertanyakan segala sesuatu, kita tidak dapat secara absah mengklaim memiliki pengetahuan. Jika kita membiarkan sesuatu sebagai sebuah asumsi agar dapat mengklaim bahwa kita memiliki pengetahuan mengenai masalah fakta dan eksistensi, maka kita mengorbankan kemungkinan kepastian.
Hume beranggapan semua obyek akal atau penyelidikan manusia secara natural[11] dapat dibagi  kedalam dua jenis yakni, relasi ide dan masalah fakta. Relasi ide misalnya tiga kali lima adalah separuh dari tiga ppuluh dapat diketahui sebagai hal yang benar secara apriori. Kebenaran-kebenaran semacam itu dapat dibuktikan dan pasti karena bila mengingkarinya akan mengakibatkan kontradiksi.
Hume mendasarkan pandangan ini pada prinsip bahwa segala sesuatu, mungkin tidak dapat terjadi. Penegasan sebuah fakta tidak dapat melibatkan sebuah kontradiksi. Eksistensi sebuah wujud, tanpa kecuali, adalah sejelas sebuah ide sebagaimana eksistensinya maka pengetahua tentang masalah fakta hanya dapat dicapai melalui pengalaman empiris dan selalu dapat salah.  

Penutup
            Hume menjelaskan pengalaman manusia dalam dua unsur yakni ide dan kesan yang dipondasikan pada pengalaman empiris. Dengan kata lain, semua pengalaman dan pikiran manusia memiliki asal-usulnya di dalam kesan dari sifat indera. Apa yang hendak dikatakan oleh Hume lewat teori ini? Kita dapat melihat struktur pengalaman tidak pernah dapat memiliki kejelasan yang penuh dan pasti secara absolut mengenai asal-usulnya. Meskipun kita dapat memikirkan kesan inderawi, tetapi kita tidak pernah dapat memperoleh kebenaran yang obyektif dari kesan itu.
Hume membela metode filsofis yang disebut “skeptisisme”. Kita tahu bahwa para skpetis mempersoalkan keandalan pengetahuan (di bidang ilmu, moralitas, estetika, atau segala bidang lain yang di dalamnya orang-orang mengklaim kepememilikan pengetahuan termasuk metafisis), biasanya dengan menunjukkan bahwa pondasi (atau akar) pengetahuan itu tidak memadai atau tidak ada. Hume juga tidak mengenal adanya kausalitas (yang satu disebabkan oleh yang lain), tetapi ia melihat semuanya sudah memang harus demikian. Sehingga tidaklah mungkin ada hukum universal. Hukum yang diperoleh senantiasa bersifat subjektif karena kebenaran pengetahuan hanya diperoleh dari kebenaran pribadi. Konsekuensi dari pandangan Hume ini adalah segalanya menjadi naif, dengan kata lain, segalanya “biarlah terjadi”.



Referensi
Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2005
Rote, John K. Persoalan-Persoalan Filsafat (terjm) The Problems of the Contemporary Philosophy of Religion, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,2003
Russell, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat, Pustaka Pelajar Yogyakarta 2007
Siswanto, Joko. Sistem-Sistem Metafisika Barat Dari Aristoteles Sampai Derida, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998,
Trueblood, David. Philosophy Of Religion ( Terjemah ) Bintang Bulan, Jakarta 1987
Wijono, Harun Hadi, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Kanisius 1980.




[1] Dr. Harun Hadi Wijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Kanisius 1980. Hal. 53
[2] Empirisme : Doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman salah satu teori mengenai asal pengetahuan.
[3] Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat, Pustaka Pelajar Yogyakarta 2007, Hal 863
[4] Dr. Harun Hadi Wijono, Op.Cit Hal 54
[5] Rote, John K, Persoalan-Persoalan Filsafat (terjm) The Problems of the Contemporary Philosophy of Religion, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,2003, hal. 201-202.
[6] Joko Siswanto, Sistem-Sistem Metafisika Barat Dari Aristoteles Sampai Derida, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, hal 55-56.
[9] John K. Roth, Op.Cit hal 194
[10] Skeptisisme : Suatu paham yang beranggapan bahwa kita tak dapat mencapai kebenaran. Paham ini bias bersifat deskriptif : de facto tidak dapat mencapai kebenaran karena kondisi tertentu atau preskriptis: seharusnya kita mendekati sesuatu dengan sikap skeptic karena kondisi tertentu.
[11] Sebutan yang diberikan kepada pandangan filosofis yang memberikan suatu peranan menentukan atau bahkan suatu peranan eksklusif kepada alam. Perhatian khusus dalam system ini ialah oposisinya terhadap roh dan tata adikodrati.

1 Comentário:

landersfabris mengatakan...

Gambling on Casino Sites in India
Best Online Gambling Sites in India 슬롯 꽁 머니 · 1. Ignition · 2. 강원 랜드 칩걸 1xbet 에이스 포커 · 3. Vbet · 벳 플릭스 4. Vbet · 5. Cafe Casino · 6. 강원랜드 Microgaming · 7. Play'n GO · 8. Microgaming · 9.

Posting Komentar

 

©2009 Me and My Mind | Template Blue by TNB