Sebagai salah seorang
tokoh orientalis yang terkemuka. Sosok Snouck Hurgronje telah menjadi sosok
yang penuh kontroversi. Bagi belanda ia adalah seorang pahlawan sedangkan bagi
umat Islam khususnya rakyat Aceh ia adalah serigala berbulu domba. Hal ini
tidak lepas dari keberhasilan Snouck Hurgronje
dalam menyebabkan terjadinya perpecahan dikalangan umat islam di Sumatera, yang
mana, kekuatan umat Islam pada saat itu sangat kuat dan ditakuti oleh penjajah
Belanda.
Riwayat hidup
Snouk Hurgronje atau
Christiaan Snouck Hurgronje (1857-1936) lahir pada 8 Februari 1857 di Tholen,
Oosterhout, Belanda. Seperti ayah, kakek, dan kakek buyutnya yang betah menjadi
pendeta Protestan, Snouck pun sedari kecil sudah diarahkan pada bidang teologi.
Tamat sekolah menengah, dia melanjutkan ke Universitas Leiden untuk mata kuliah
Ilmu Teologi dan Sastra Arab, 1875. Lima tahun kemudian, dia tamat dengan
predikat cum laude dengan disertasi Het Mekaansche Feest (Perayaan di Mekah).
Tak cukup bangga dengan kemampuan bahasa Arabnya, Snouck kemudian melanjutkan
pendidiklan ke Mekkah, 1884. Di Mekkah, keramahannya dan naluri intelektualnya
membuat para ulama tak segan membimbingnya. Dan untuk kian merebut hati ulama
Mekkah, Snouck memeluk Islam dan berganti nama menjadi Abdul Ghaffar[1].
Snouck memulai kegiatan
mengajarnya di Leiden dan Delf di Sekolah Calon Pegawai Indonesia. Dengan
meninggalnya A.W.T. Joynboll tahun 1887, Snouck ditugasi menggatikan posisinya
di Delf, namun Snouck lebih memilih mengajar bidang syariat Islam di
Universitas Leiden.[2]
Pada 1889, dia
menginjakkan kaki di pulau Jawa, dan mulai meneliti pranata Islam di masyarakat
pribumi Hindia-Belanda, khususnya Aceh. Setelah Aceh dikuasai Belanda, 1905,
Snouck mendapat penghargaan yang luar biasa. Pengembaraannya berakhir 1906 dan
kembali ke Belanda. Pada 1910, di Belanda, ia kawin dengan Ida Maria, putri
seorang pensiunan pendeta di Zutphan, Dr AJ Gort. Setelah dikukuhkan sebagai
guru besar Universitas Leiden pada 1907 (tiga tahun setelah menikah), ia
menekuni profesi sebagai penasihat Menteri Urusan Koloni. Pekerjaan ini diemban
hingga akhir hayatnya, 16 Juli 1936.[3]
Hasil Karya[4]
Karya ilmiah Snouck
terbagi dalam dua jenis, yaitu karya dalam bentuk buku dan dalam bentuk
makalah-makalah kecil. Di antara hasil karya besarnya ialah , tulisannya
tentang kota makah, terdiri atas dua bagian, bagian pertama terbit di kota Den
Hag pada tahun 1888 dan bagian kedua juga terbit di kota yang sama pada tahun
1889. Kemudian karyanya yang berjudul De Atjehers, dalam dua bagian,
terbit di Batavia dan Leiden dan Daerah Gayo dan Penduduknya. Bagian
kedua dari buku Makah, dan bagian pertama dan kedua dari buku De
Atjehers, Sudah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris. Buku tersebut memuat
laporan ilmiah tentang karakteristik masyarakat Aceh dan buku ini diterbitkan.
Tapi pada saat yang sama, ia juga menulis laporan untuk pemerintah Belanda
berjudul "Kejahatan Aceh." Buku ini memuat alasan-alasan memerangi
rakyat Aceh.[5]
Karya-karyanya dalam
bentuk makalah adalah “Munculnya Islam”, Perkembangan Agama Islam”,
“Perkembangan Politik Islam”, dan “Islam dan Pemikiran Modern”. Semua makalah
itu telah dikumpulkan oleh muridnya, A.J. Wensinck, dengan judul Bunga
rampai dari Tulisan Christian Snouck Hurgronje,dalam enam jilid, jilid
keempat terdiri atas empat bagian. Sistematika kumpulan tulisan itu adalah
sebagai berikut; jilid pertama tentang Islam dan sejarahnya, jilid kedua
tentang syariat Islam, jilid ketiga tentang Jazirah Arab dan Turki, jilid
keempat tentang Islam di Indonesia, jilid kelima tentang bahasa dan sastra, dan
jilid keenam tentang kritik buku, dan tulisan-tulisan lain dan daftar indeks,
serta rujukan-rujukan.
Pemikiran Snouck Tentang Islam
Snouck berpendapat
bahwa Al-Quran bukanlah wahyu dari Allah, melainkan adalah karya Muhammad yang
mengandung ajaran agama. Pada saat itu, para ahli perbandingan agama dan ahli
perbandingan sejarah sangat dipengaruhi oleh teori "Evolusi" Darwin.
Hal ini membawa konsekuensi khusus dalam teori peradaban di kalangan
cendikiawan Barat, bahwa peradaban Eropa dan Kristen adalah puncak peradaban
dunia.
Sementara, Islam yang
datang belakangan, menurut mereka, adalah upaya untuk memutus perkembangan
peradaban ini. Bagi kalangan Nasrani, kenyataan ini dianggap hukuman atas
dosa-dosa mereka. Ringkasnya, agama dan peradaban Eropa adalah lebih tinggi dan
lebih baik dibanding agama dan peradaban Timur. Teori peradaban ini berpengaruh
besar terhadap sikap dan pemikiran Snouck selanjutnya. [6]
Christiaan Snouck
Hurgronje merupakan tokoh peletak dasar kebijakan “Islam Politiek” yang
merupakan garis kebijakan “Inlandsch politiek” yang dijalankan pemerintah
kolonial Belnda terhadap pribumi Hindia Belanda. Konsep strategi kebijakan yang
diciptakan Snouck terasa lebih lunak dibanding dengan konsep strategi kebijakan
para orientalis lainnya, namun dampaknya terhadap umat Islam terus
berkepanjangan bahkan berkelanjutan sampai dengan saat ini.[7]
Berdasarkan konsep
Snouck, pemerintah kolonial Belanda dapat mengakhiri perlawanan rakyat Aceh dan
meredam munculnya pergolakan-pergolakan di Hindia Belanda yang dimotori oleh
umat Islam. Pemikiran Snouck -berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya- menjadi
landasan dasar doktrin bahwa “musuh kolonialisme bukanlah Islam sebagai Agama,
melainkan Islam sebagai Doktrin Politik”.
Dalam suratnya kepada
Van der Maaten (29 Juni 1933), Snouck mengatakan bahwa ia bergaul dengan
orang-orang Aceh yang menyingkir ke Penang. Van Heutsz adalah seorang petempur
murni. Sebagai lambang morsose, keinginannya tentu menerapkan nasihat pertama
Snouck; mematahkan perlawanan secara keras.[8]
Selanjutnya, dalam
suratnya, Snouck menegaskan bahwa keIslaman dan semua tindakannya adalah
permainan untuk menipu orang Indonesia demi mendapatkan informasi. Ia menulis
“Saya masuk Islam hanya pura-pura. Inilah satu-satulnya jalan agar saya bisa
diterima masyarakat Indonesia yang fanatik. ” Temuan lain Koningsveld dalam
surat Snouck mengungkap bahwa ia meragukan adanya Tuhan. Ini terungkap dari
surat yang ia tulis pada pendeta Protestan terkenal Herman Parfink yang berisi,
‘Anda termasuk orang yang percaya pada Tuhan. Saya sendiri ragu pada segala
sesuatu. “[9]
Penutup
Keberhasilan Snouck
Hugronje dalam mematahkan perlawanan Rakyat Aceh tidak lepas dari lemahnya
sistem organisasi yang ada pad masyarakat Islam pada masa itu. meskipun
demikian, Ia “berjasa” menunjukkan “kekurangan-kekurangan” dalam dunia Islam
dan perkembangannya di Indonesia. Sehingga umat Islam pada saat ini dapat
menyadari betapa pentingya politik di dalam dunia Islam.
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Christiaan_Snouck_Hurgronje/04-08-2009
[2]
Abdurrahman Badawi, Ensiklopedi Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: LKIS,
2003), P.263
[3]
http://id.wikipedia.org/wiki/Christiaan_Snouck_Hurgronje/04-08-2009
[4]
Abdurrahman Badawi, Op.Cit., P.264-265
[5]
http://indrayogi.blog.friendster.com/2007/05/kejahatan-snouck-hurgronje-terhadap-islam-dan-aceh/04-08-2009
[6]
http://www.geocities.com/risanuri/agama/SnouckHurgronje.html/04-08-2009
[7]
http://serbasejarah.wordpress.com/2009/04/11/snouck-hurgronje-arsitek-politik-islam-hindia-belanda/04-08-2009
[8]
http://www.geocities.com/risanuri/agama/SnouckHurgronje.html/04-08-2009
[9]
http://www.sejutablog.com/profdrchristiaan-snouck-hurgronje/04-08-2009
0 komentar:
Posting Komentar